Bagi para penggemar teori konspirasi Freemasonry, apapun itu yang menggunakan simbol masonik dan illuminati akan dianggap sebagai antek-antek Freemason. Lambang yang utama seperti contohnya Horus Eye, bintang segi lima, dan piramida terpotong seperti pada uang satu dollar. Konspirasi ini berkembang bahkan sampai dibikin filmnya dan disebarkan ke belahan bumi manapun termasuk pula di Indonesia yang mewabah pada kalangan anak muda. Ada yang sampai membuat semacam novel historis dari loji ke loji dan panduan wisata Freemason Indonesia.
Lalu bagaimana dengan lembaga-lembaga organisasi masyakarat sipil atau mungkin lambang negara yang menggunakan lambang Freemasonry, contoh yang paling jelas kelihatan adalah gambar burung garuda dan simbol-simbol pancasila yang terdapat di perisainya. Kalau kita sering melihat atau mencari film-film seputar tudingan kebencian terhadap Freemasonry di internet, maka negara Indonesia termasuk negara yang jadi sasarannya. Teori-teori konspirasi ini terus dihembuskan dan seolah bagi mereka yang membaca atau melihatnya seperti telah mendapatkan pencerahan serta mengetahui rahasia terdalam dari konspirasi organisasi hitam berskala global. Misalnya ada sebuah Horus Eye di logo perusahaan, maka langsung diteriaki Freemason, demikian pula pada produk makanan, obat, dan minuman.
Bagaimana jika ada pada logo Mata Najwa seperti huruf a di tulisan Mata
Tetapi bagi saya mereka itu cuma orang-orang naif yang kemakan perang simbol dan akhirnya cuma memerdulikan simbol dan tanpa sadar menyembah simbol itu sendiri. Dampaknya adalah setiap kali mereka melihat simbol yang mirip dengan Horus Eye, maka mereka dengan mudah menyebut Freemasonry, atau menduga, mencurigai, bahkan sampai memprotes penggunaan simbol tersebut untuk digantikan dengan simbol lain yang dirasa bisa lebih sesuai dengan ideologi mereka. Telah banyak orang, organisasi, institusi, dan sebagainya, yang menjadi sasaran tudingan antek Freemasonry. Dulu misalnya sosok Ahmad Dhani dan manajemennya, kemudian Gus Dur juga dibilang sebagai bapak, agen, sindikat Freemasonry Indonesia karena mencabut Keppres nomor 264/1962 tersebut dengan mengeluarkan Keppres nomor 69 tahun 2000 tanggal 23 Mei 2000 yang berkenaan dengan organisasi loji-loji dan perkumpulan Freemasonry.
Bukan berarti saya membela orang-orang atau institusi seperti ICW di atas, tetapi memang hidup di negara ini apa saja mudah dijadikan bahan untuk saling membenci sesama dan perang saudara. Akhirnya kalau sudah terjebak pada perang simbol yang berseliweran di berbagai media mainstream seperti internet, televisi, surat kabar, dan sebagainya, maka akan sangat mudah dimobilisasi dalam gerakan-gerakan politik. Orang-orang yang sangat percaya begitu saja terhadap teori-teori konspirasi ini akan mudah tersulut emosinya hanya karena persoalan simbol.
Lalu bagaimana dengan simbol kepolisian Arab Saudi ini?
0 komentar:
Posting Komentar